Hai hai! Sudah ada sambungan ceritanya nih di hari ke-4. Mari kita lanjutkan perjalanan berikutnya di kota Jodphur. Bagi yang ketinggalan cerita sebelumnya bisa dibaca dulu di sini.
Perjalanan 6 jam naik kereta malam dari kota Jaisalmer ke kota Jodphur akhirnya selesai. Tiba di kota Jodphur pukul 06.40. Ketika turun dari kereta, langit masih gelap dan kami disambut oleh cuaca dingin sekitar 11 derajat selsius yang menusuk tulang. Suasana Stasiun Jodphur pagi ini sudah ramai dengan penumpang. Di luar pintu stasiun pun sudah banyak supir tuktuk yang siap siaga melihat banyaknya penumpang yang keluar dari stasiun. Paling takut deh dikerebutin para supir tuktuk yang berlomba-lomba menarik penumpang. Salah satu trik biar terlepas dari mereka adalah ketika menawar, jangan diam di tempat, sambil jalan aja untuk mengurangi kerumunan supir yang menghampiri.
Akhirnya kami dapat tuktuk dengan tawaran harga yang masuk akal. Tujuan kami saat ini menuju hostel. Walaupun pagi ini belum bisa check-in, setidaknya kami bisa menitipkan tas ransel 25 liter di resepsionis untuk bisa kemudian pergi ke tempat wisata selanjutnya.
Kami tiba di hostel pukul 7 pagi. Matahari belum terbit dan warga sekitar belum pada bangun. Hostel kami pun masih tutup. Karena sudah diinfokan bahwa kami akan datang jam segitu, ketika pintu dibel, resepsionisnya tidak lama kemudian mempersilahkan kami masuk. Imtyaz Ali, begitu dipanggilnya, memberitahu kami bahwa check-in dilakukan pukul 11, dan menawarkan untuk sarapan di kafe yang akan buka pukul 8. Hostelnya terdiri dari 5 lantai, dan letak kafenya ada di rooftop. Kenapa di rooftop? Karena Jodhpur adalah kota yang keindahannya bisa dinikmati dari atas.
Permisi… Paket!! Menanti matahari terbit di kafe rooftop hostel Puter badan ke belakang, udah bisa melihat Mehrangarh Fort
Waah, mata kami terkejut dengan riang melihat pemandangan di rooftop ini. Matahari mulai terbit, dan kota Jodphur mulai memperlihatkan ciri khas rumah-rumah berwarna biru. Dari hostel, terlihat Mehrangarh Fort berdiri gagah dipancari sinar surya. Oh ya, tujuan pertama kami bakal ke situ loh. Tapi, isi perut dulu yuk, mumpung kafe sudah buka! Paket sarapan seharga Rs. 180 (Rp 36,000) dengan menu telor ceplok setengah matang, roti bakar, kentang goreng, pisang dan chai.
Sarapan dulu, guys!
Ada kabar baik. Karena ada kamar yang kosong, jadi jam 9 bisa mulai check-in! Nama hostelya adalah Hostel La Vie yang ternyata melebihi ekspektasi kita. Servisnya bagus, staffnya ramah dan lantainya aja terbuat dari marmer loh, padahal ini sekelas hostel. Gw dan Dini sudah pesan 1 kamar private, sementara para cowo tidur di kamar sharing. Selama dua malam untuk seorang habis hanya Rs 1,437 (Rp 287,400) – wow murah ya. Enaknya bisa check-in lebih awal jadi bisa mandi dulu sebelum berangkat.
Okelah ada ruang tunggunya, jadi kalau belum bisa masuk kamar, tunggu di sini… ..walaupun viewnya cuma bisa liat rumah tetangga. Akhirnya bisa masuk kamar juga
Mehrangarh Fort
Sebelum berangkat, kami konsultasi dulu nih sama Imtyaz untuk city tour, tempat wisatanya dimana saja dan berapa jauh dari hostel. Langsung deh dikasih daftar tempat wisatanya, dan disarankan untuk ke Mehrangarh Fort dulu karena tempat ini letaknya lebih dekat. Jaraknya hanya 500 meter saja lewat jalan tikus, cuma jalan menuju sana nanjak banget.
Wuih mantul ditulisinnya banyak!
Sesampainya di sana, kami pun langsung menuju loket tiket. Tiket masuknya seharga Rs 600 (Rp 120,000) untuk dewasa dan Rs 400 (Rp 80,000) untuk pelajar. Miguel walaupun badannya bongsor, masih dapet loh tiket pelajar dengan memperlihatkan kartu pelajarnya heheh. Setelah membayar, kami diberikan alat pendengar yang bisa diputar di berbagai titik untuk mendengarkan penjelasan serta sejarah Mehrangarh Fort ini. Jadi serasa kembali ke masa lalu, karena selain ada penjelasan, ada pula efek suara dan musik yang mendukung suasana. Seolah-olah kami ini pengunjung istana kerajaan pada masa itu.
Waah sudah terlihat dekat Tapi masih harus ke atas lagi Pintu utama masuk Mehrangarh Fort Perjalanan bersejarah diceritakan langsung dari alat pendengar
Dibangun pada tahun 1459, oleh Rao Jodha, tempat ini merupakan pusat militer sebagai tempat untuk berlindung. Sejarahnya sebenarnya panjang sekali, untuk mempersingkat cerita bisa dibaca kisah lengkapnya disini. Kata Mehrangarh mempunyai arti “Benteng Matahari” yang diambil dari klan yang dipercayain turunan dari Surya, dewa matahari. Ya, sangat dipuja-puja sekali ini keturunan dewa Surya, karena konon katanya mereka itu sangat kuat dan berpengaruh. Apakah gw termasuk dari salah satu keturunan itu? We’ll never know hahahah
Demi apa ini Mehrangarh Fort begitu menawan! Pertama-tama tempat ini luas banget, lalu arsitektur bangunan ini sangat detail sehingga hal-hal terkecil pun terpikirkan. Sebagai contoh, sang arsitektur membuat jendela dengan rongga-ronga yang diukir serumit mungkin sehingga tidak bisa dilihat dari luar, namun terlihat jelas dari dalam ruangan. Ini berguna jika terjadinya perang. Musuh tidak bisa melihat orang yang ada di dalam ruangan melalui jendela tersebut. Sini sungkem dulu sama arsiteknya!
Rumit sekali desain ukirannya Kira-kira begini nih kalau mau ngintip musuh dari dalam
Saking luasnya tempat ini, disediakan kursi untuk beristirahat sambil mendengarkan cerita selanjutnya pada alat pendengar. Ruyard Kipling (penulis The Jungle Book) aja sampai mendeskripsikannya sebagai berikut:
“A palace that might have been built by Titans and colored by the morning Sun”
Ruyard Kipling
Mendengarkan cerita tentang konsumi opium pada saat itu
Di dalam Mehrangarh Fort ini terdapat beberapa bagian yang penting, yaitu:
- Sheesh Mahal (Palace of Mirrors) yang merupakan bagian dari kediaman pribadi Maharaja Ajit Singh of Marwar (1707-1724). Saat ini tempatnya dijadikan pameran tekstil namun hanya bagian ini saja yang tertutup namun masih bisa dilihat dari pintu terbuka. Begini lah tampak ruangan mewah yang didekorasi dengan kaca-kaca serta lukisan kisah-kisah para dewa.
- Phool Mahal (The Palace of Flowers): Ruangan ini di bangun oleh Maharaja Abhay Singh (1724-49) sebagai ruang pertemuan pribadi. Biasanya tempat ini digunakan untuk melayani tamu-tamu pria dengan dijamu dengan para penari. Mewah sekali dalam pandangan pertama. Langit-langit ruangannya dihias dengan cermin, dan emas. Ada beberapa lukisan juga di antaranya. Jendela dengan kaca warna-warni sangat khas sekali apalagi ketika terpancar sinar matahari, jadi bagus banget.
- Jhanki Mahal (The Palace of Glimpses) – Tempat ini merupakan tempat perkumpulan para wanita berstatus tinggi di Mehrangarh Fort. Dinamakan The Palace of Glimpses, karena di sinilah mereka bisa “mengintip” dari jendela untuk melihat kegiatan yang ada di halaman utama. Saat ini disimpan beberapa koleksi tempat tidur bayi-bayi (cradle) raja yang mewah.
Ruangan penuh dengan cradle kerajaan. Nyenyak abis deh tidurnya para bayi. Dekoratif sekali ruangannya. Dari lorong hingga langit-langit ruangan. Nih, dari jendela ini para wanita di masanya ngintip kegiatan yang ada di bawah.
Sambil cuci mata kali yaa hihihi
- Takhat Vilas – Kamar tidur Maharaja Takhat Singh (1843-73) yang saking dekoratifnya, dari tembok sampai lantai ruangannya pun dilukis. Wow. Lukisannya bervariasi dari mulai cerita dewa-dewa Hindu hingga ke wanita Inggris. Lampion yang digantung di atas merupakan hadiah tamu dari Inggris.
Wuih meriah sekali!
- Zenana Deodi Courtyard – Setelah selesai memasuki beberapa bagian di dalam istana, saatnya keluar melalui Zenana Deodi Courtyard. Kata Zenana sendiri berarti “yang dimiliki wanita” dimana tempat ini memang khusus untuk kediaman para wanita. Bagi wanita Muslim dan Hindu di sini menganut sistem “Purdah” atau pemisahan antara wanita dan pria dalam satu tempat tinggal. Selain pemisahan ruangan, para wanita juga harus menutup diri dengan kain hingga tertutup mukanya. Memasuki area ini, udah langsung kebayang aktivitas para wanita jaman dulu. Cantik sekali halaman ini.
Halamannya luas dan dikelilingi dengan jendela-jendela berukiran indah. Mohon maaf jadi pengen tiduran terus guling-guling Diminta foto bareng sama keluarga India. Eh kok tapi hasilnya miring??
Ternyata mereka suka angle yang miring x_xTur Mehrangarh Fort selesai
Selesai sudah tur di dalam Mehrangarh Fort. Kami kembalikan alat pendengar dan mendapatkan kembali paspor kami yang disimpan sebagai jaminan (iyaa paspor sebagai jaminan. Kalau alat itu hilang ga bisa pulang kalian hahaha). Masih ada toko suvenir dan beberapa taman yang bisa dilalui sebelum keluar dari Mehrangarh Fort. Kami telusuri saja sampai ujung, penasaran karena ada bangunan berwarna putih sejauh mata memandang.
Sampai di tempat paling tinggi Mehrangarh Fort Bangunan putih itu menarik perhatian Berasa lagi berjalan di tembok Cina – padahal belom pernah ke Cina xD
Ketika kami menghampiri, ternyata itu adalah kuil Chamunda Mataji. Kuil ini dibangun oleh Rao Jodha karena saking senangnya dengan Devi Chamunda Mataji – dewi yang disembah oleh masyarakat Jodhpur. Kami tidak masuk karena sudah tidak bisa lanjut ke depan lagi. Akhirnya kami berbalik arah menuju pintu keluar.
Yuk, pulang. Menuju pintu keluar, jalannya menurun, jadi ga capek.
Eksplorasi Mehrangarh Fort memakan waktu hampir 4 jam. Tiba-tiba mulai lemes karena sudah saatnya makan siang. Apalah arti roti bakar dan telor ceplok jika tidak bisa mengisi energi seperti makan nasi uduk atau lontong sayur. Kami lihat kembali daftar yang diberikan Imtyaz untuk restoran yang direkomendasi. Jatuhlah pilihan ke Jhankar Choti Haveli. Selain melihat review yang bagus, tempatnya ga begitu jauh dari hostel kami.
Tempatnya lumayan khas dengan tema rustik nan dekoratif. Hal-hal yang gw perhatikan pada pelayanan disini adalah chef akan keluar untuk menanyakan “Bagaimana dengan hidangannya, enak?” dan merasa puas jika kami menikmatinya. Lalu pramusaji gerak cepat sekali mengambil piring-piring bekas kami makan, padahal baru aja selesai makan. Mau nyolek sisa kari, mana sempat keburu dibawa ke dapur 🙁
Oh ya menu makanan kali ini adalah Vegetable Biryani, Handi Paneer, Kaju Curry, Aloo Firdaus, Vegetable Soup, dan Naan dengan berbagai macam rasa. Kali ini memang kita ingin menikmati makanan khas dengan porsi lebih banyak, walaupun harganya agak mahal sedikit. Total makan berempat habis sekitar Rs 1,565 (Rp 313,000).
Ternyata setelah makan banyak, ngantuk melanda hahaha. Sambil merombak ulang rencana perjalanan pusat wisata di Jodhpur, akhirnya kami sepakat untuk istirahat sejenak dan mulai berpetualang lagi pada sore hari untuk mengejar pemandangan sunset.
Mengejar Sang Surya
Sore itu, hanya Dini, Harvin dan gw yang melanjutkan perjalanan ke tempat paling bagus untuk melihat matahari terbenam. Tempatnya itu setinggi Mehrangarh Fort dan terletak di paling barat. Iya, berarti harus nanjak lagi nih. Cuaca sudah tidak sedingin pagi ini, jaket dan syal tebal akhirnya dilepas juga ketika sudah mulai menanjak. Bermodal mencari jalan dari Google Maps menuju tempat tersebut, menelusuri gang-gang kecil perumahan warga sekitar, akhirnya sampai juga mendekati tempat yang dituju.
Mulai menelusuri gang-gang kecil Rumah warga Jodhpur Siap-siap naik ke atas lagi. Udah mulai hangat cuacanya. Jaket dan syal dibuka sambil melihat ke belakang. Tujuannya itu ke tempat yang ada benderanya.
Masih ada waktu 2 jam sebelum matahari terbenam.Eh itu kuil Chamunda Mataji yang di paling atas. Ini ujungnya Mehrangarh Fort.
Sayangnya pas kita sudah sampai, gerbangnya ditutup donk. Pupus sudah melihat sunset dari spot paling kece. Terlihat juga ada beberapa wisatawan yang kecewa karena tempatnya tutup. Tapi ada yang mengajak kami, “ke sini aja, lumayan nih tempatnya”. Ternyata itu lahan kosong, kemungkinan bekas rumah yang dirubuhkan, tapi bisa lah kami duduk-duduk sambil melihat sunset.
Di samping kita ada pasangan dari Spanyol yang sudah keliling India selama 4 minggu. Lagi liburan katanya, capek kerja hehehe. Kami pun menawarkan diri untuk mengabadikan momen mereka, biar bisa gantian gitu fotoin kami bertiga. Lalu bergabung lagi wanita dari Inggris, sendirian datang ke India. Hebat itu nyalinya, gw aja kalau Dini ga ikut, ga mau pergi ke India cewe sendirian deh. Sunset berkesan juga nih di kota Jodhpur. Suasananya melekat di hati. Pemandangan kota yang dihiasi dengan bangunan berwarna biru terlihat indah, walaupun kalau dilihat secara teliti rumah-rumahnya kumuh.
Yhaa tutup itu gerbangnya. Sambil dipanggil oleh wisatawan lain, kami pindah tempat. Ciee bisa nih jadi fotografer pre-wed Akhirnyaaa bisa menikmati sunset di kota Jodhpur.
Alasan rumah-rumah dicat dengan warna biru? Biar adem katanya. Lalu, kumandang adzan magrib terdengar. Loh, ada adzan? Ada donk. Mayoritas penduduk di Jodphur itu Muslim, jadi bisa terdengar suara adzan sahut-sahutan ketika kami turun dari atas dan berjalan menuju hostel.
Night City Tour
Masih tetap semangat eksplorasi suasana malam kota Jodphur. Setelah kembali dari hostel, kami baru sadar uang tunai sudah menipis. Saatnya mencari ATM untuk menarik uang. Kata Imtyaz, ATM ada di sekitar Clock Tower jadi sambil jalan malam, langsunglah menuju sana.
Di area Clock Tower itu adalah pasar. Sambi lewat, terlintas pepatah Mister Harry waktu di Jaisalmer. Beliau bercerita bahwa kota Jodphur terkenal sekali dengan rempah-rempahnya dan produk tie-dye berwarna jingga. Kami akhirnya mampir ke toko rempah-rempah yang bernama “M.G Spices“. Seperti biasa kami dipersilahkan duduk dan ditawarkan “Mau teh Saffron? Chai?” dan dipajang di hadapan kami berbagai macam bumbu masak. Ada masala, curry, bubuk chai, teh saffron, saffronnya juga ada. Ah pokoknya kalau disebut mau apa, ada deh. Toko kecil tapi banyak isinya, kaya kantong Doraemon.
Memasuki Sardar Market Mampir sebentar di toko rempah-rempah. Kecil kan tokonya, tapi isinya serba ada. ATM ga ditemukan di sini, akhirnya keluar pasar menuju jalan besar.
Belanja bumbu rempah-rempah beres, dan uang kami pun ludes. ATM belum ketemu di sekitar pasar, akhirnya melanjutkan perjalanan sampai menemukan jalan raya. Ternyata rame banget loh lalu lintas kota ini. Klakson tiada henti bersuara, motor jalan ga permisi dulu malah main lewat aja, mau berjalan di trotoar ada yang jualan juga (Jakarta, is that you?) Suasananya sih mirip-mirip di Malioboro gitu, cuma dengan kendaraan yang semrawut aja.
Singkat cerita ketemu deh ATMnya. Di perjalanan pulang, tadi melewati toko Samosa yang terkenal, Shahi Samosa. Pas awal lewat di etalase masih buanyak, eh sekarang pas pulangnya mau beli tinggal sisa yang isinya sayuran. Padahal ada yang isinya berbagai macam rasa. Laris manis ya, uncle. Samosa itu sejenis kudapan yang berisi kentang dibungkus dengan lembaran pastry. Seperti kue pastel lah, cuma bentuknya segitiga dan ukurannya besar.
Tempat Samosa saat pertama kali kita lewati Pas kembali mau beli, tinggal segini donk sisanya.
Sudah deh capek dari pagi jalannya banyak banget. Kami kembali ke hostel pukul 9 dan langsung ke lantai 5. Di sana Miguel sedang makan malam sendirian, dan kami pun langsung menemani. Setelah selesai makan, Miguel turun ke kamar untuk istirahat, Harvin bercengkrama dengan tamu dan staf hostel di depan api unggun mini. Sementara gw ama Dini sih malah nonton film India di kafe-nya sampe ngantuk. Film yang ditayangkan tetep aja salah satu film action Shah Rukh Khan tanpa subtitle (ya iyaalah). Semua orang cinta banget ya sama King of Bollywood ini. Sehat-sehat selalu ya, om!
Masih ada waktu lagi nih untuk eksplor kota Jodphur pada esok hari sebelum melanjutkan perjalanan ke kota berikutnya, Udaipur. Wow, padat sekali yaa jadwalnya. Well, nantikan lanjutan kisahnya di bagian ke-5.
Terima kasih sudah berkenan membaca sampai sini! Bagi yang ingin mengulang cerita perjalanan dari hari pertama, bisa dicek di tautan ini. Semoga bermanfaat! Namaste!
But wanna remark that you have a very nice website , I like the design it actually stands out.